Ahmad Yani

Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Menjadi Korban G30SPKI

G30SPKI merupakan sejarah yang kelam bagi Indonesia. Singkatan dari Gerakan 30 September 1965 yang dijalankan oleh Partai Komunis Indonesia ini, dibentuk dengan tujuan untuk merubah pandangan bangsa Indonesia. Meskipun pada akhirnya misi dari partai ini gagal, tapi karena kejadian ini menewaskan beberapa perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Jenderal Ahmad Yani yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, merupakan salah satu korban dari tindakan brutal ini.

Ia lahir pada tanggal 19 Juni 1922, di Purworejo, Jawa Tengah. Ketika masuk di masa akhir dari penjajahan Belanda, di saat itu juga ia mengawali karier militernya. Saat masa penjajahan Jepang, ia menjadi gabungan dari PETA dan menerima pelatihan militer. Menjadi pemimpin untuk pasukannya, ia berhasil melawan Inggris di Magelang dan mengamankan wilayah tersebut. Setelah ia gugur, dinobatkan menjadi Pahlawan Revolusi yang berjasa besar untuk Bangsa Indonesia.

INFORMASI TENTANG JENDERAL AHMAD YANI

  • Nama Lengkap : Ahmad Yani
  • Tanggal Lahir : 19 Juni 1922
  • Tempat Lahir : Jenar, Purworejo, Hindia Belanda (Republik Indonesia)
  • Wafat : 01 Oktober 1965 Jakarta, Indonesia
  • Makam : TMPNU Kalibata, Jakarta
  • Kebangsaan : Indonesia
  • Istri : Yayu Rulia Sutowiryo
  • Anak : 8
  • Jabatan : Menteri/Panglima Angkatan Darat ke-6
  • Masa Jabatan : 23 Juni 1962-01 Oktober 1965
  • Penghargaan : Pahlawan Revolusi Indonesia
  • Pihak : Kekaisaran Jepang (1943-1945), Indonesia (1945-1965)
  • Dinas Cabang : PETA, TNI Angkatan Darat
  • Masa Dinas : 1943-1965
  • Pangkat : Letnan Jenderal (kematian), Jenderal (anumerta)
  • Pertempuran : Revolusi Nasional Indonesia, Pemberontakan Darul Islam, Pemberotakan PRRI, Operasi Trikora Konfrontasi Indonesia-Malaysia

RIWAYAT HIDUP

Sang Jenderal lahir dari pasangan M Wongsorejo dan Murtini, di Purworejo, Jawa Tengah. Keluarganya bekerja di sebuah pabrik milik Belanda. Sebelum menempuh pendidikan di HIS Magelang, awalnya ia menjalani pendidikan di HIS Purworejo. Pada tahun 1935, ia menyelesaikan HIS di Bogor dan lanjut sampai MULO. Kemudian ia beralih pindah ke Jakarta, untuk melanjutkan pendidikan AMS namun terhenti karena perang dunia II.

Berhenti dari sekolah menengahnya, dan menjalani pendidikan wajib militer menjadi tentara Hindia Belanda. Menjadi calon perwira, ia mengambil bidang topografi militer di Malang, Jawa Timur. Namun pendidikan ini terhenti karena serangan dari Jepang pada tahun 1942. Pada tahun yang sama pula ia dan keluarganya kembali ke Jawa Tengah. Saat Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Jepang, ia pernah ditahan oleh pasukan Dai Nippon di Cimahi. Setelah bebas, ia kembali ke Purworejo.

Kemudian ia bergabung dengan pasukan pembela tanah air (PETA), yang didirkan oleh Jepang dan melanjutkan pelatihan di Magelang. Masa pelatihannya berakhir, ia diminta untuk dilatih menjadi komandan peleton PETA dan menjalani pendidikan di Bogor, Jawa Barat. Kemudian pelatihan berakhir, ia diminta kembali ke Magelang dan menjadi pelatih tentara. Ia menikah dengan mantan guru mengetikannya, Yayu Ruliah dan dikaruniai 8 orang anak.

PERJALANAN KARIER MILITER

Setelah Indonesia merdeka, ia bersatu dengan tentara republik untuk melawan Belanda yang membawa sekutu. Beberapa bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia menjadi pemimpin batalion dan berhasil melawan Inggris di Magelang. Karena berhasil mengamankan Magelang dari tangan Inggris, Yani mendapat julukan juru selamat Magelang. Keberhasilan yang terlihat dari kariernya, karena beberapa serangan gerilya yang ditingkatkan pada awal tahun 1949 untuk mengalihkan perhatian Belanda. Di samping itu, Sri Sultan Hamengkubowono XI dan Letnal Kolonel Soeharto menyusun rencana untuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda Yani pindah ke Tegal, Jawa Tengah. 3 tahun kemudian, ia menerima tugas untuk menumpas pemberontakan Darul Islam yang ingin membangun negara agama mengikut syariat Islam di Indonesia. Kemudian ia membuat sebuah pasukan khusus Banteng Raiders, untuk melawan Darul Islam tersebut. Dalam waktu 3 tahun, pemberontakan Darul Islam berhasil dimusnahkan. Pasukan khusus ini juga berperan utama dalam pemberantasan PRRI, Permesta dan pembebasan Irian Barat.

Pada bulan Desember 1955, ia menuju Amerika Serikat untuk berlatih di komando dan Staf Umum College, Fort Leavenworth, Kansas. Kemudian ia kembali setahun kemudian, dan ditempatkan di Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta menjadi anggota Staf Umum untuk Abdul Haris Nasution. Di Markas Besar Angkatan Darat, bertugas sebagai Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat dimana akhirnya menjadi Wakit Kepala Staf Angkatan Darat untuk Organisasi dan Kepegawaian.

AKHIR HAYAT AHMAD YANI MENJADI KORBAN G30SPKI

Pada awal tahun 60-an, Soekarno bergerak lebih dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Ahmad Yani sendiri antikomunis, yang berhati hati dengan PKI terutama karena partai ini menyampaikan dukungan kepada pendirian Angkatan Kelima (angkatan bersenjata). Soekarno memerintahkan Yani dan Nasution untuk mempersenjatai rakyat, namun mereka menunda nunda tugas tersebut. Pada tanggal 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September melakukan percobaan penculikan terhadap 7 anggota staf umum Angkatan Darat. Sekelompok tim berkisar 200 orang, sudah ada mengelilingi rumah Yani di jalan Latuhahary, Jakarta Pusat. Yani biasanya mempunyai 11 tentara untuk menjaga rumahnya. Namun menurut pengakuan istrinya, seminggu sebelumnya ada tambahan 6 orang lagi sebagai penjaga.

Orang orang tersebut berasal dari komando Kolonel Latief, dimana menurut Yani Latief adalah salah satu anggota utama dalam komando G30S. Istri Yani mengatakan, pada malam itu 6 orang tambahan tersebut tidak terlihat dalam tugas di malam itu. Pada malam itu, Yani dan anak anaknya sedang tidur dirumah namun istrinya sedang merayakan ulang tahun dengan kerabat. Istrinya mengaku saat keluar dari rumah, ia melihat seorang yang duduk di depan rumah mereka seperti penjaga tanpa pengawasan. Namun ia tidak curiga dengan orang tersebut. Saat para penculik datang kerumahnya, mereka mengatakan bahwa presiden memanggilnya. Yani meminta waktu sebentar untuk mandi dulu, namun penculik mendesaknya sehingga Yani marah dan menampar salah satu penculik.

DIBUNUH DAN MAYATNYA DISEMBUNYIKAN DI LUBANG BUAYA, JAKARTA

Saat ingin menutup pintu rumahnya, seseorang dari penculik melepaskan peluru sebanyak 5 kali kearahnya. Kemudian mayatnya dibawa ke lubang buaya, yang ada di pinggiran Jakarta bersama dengan korban Jenderal lainnya yang sudah dibunuh dan diletakkan di sumur bekas. Pada tanggal 4 Oktober 1965, mayat Yani dan rekan yang lainnya diangkat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di hari yang sama dengan pemakaman, Yani dan rekan lainnya di beri gelar sebagai Pahlawan Revolusi yang sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965. Secara anumerta, pangkatnya juga dinaikkan dari Letnan Jenderal menjadi bintang ke-4 umum (Jenderal Anumerta).

BEBERAPA TEMPAT DINAMAI BERDASARKAN NAMA AHMAD YANI

  • Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani, Semarang

Ahmad Yani

  • Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi

Ahmad Yani

  • Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta, Sleman

Ahmad Yani

  • Taman Ahmad Yani, Kota Medan

Ahmad Yani

Baca Juga : Lutung Kasarung, Perjalanan Cinta Seorang Putri & Seekor Lutung Ajaib