Sarwo Wibowo

Sarwo Wibowo, Jenderal Kopassus yang Berperan Penting Dalam Penumpasan G30S

Sarwo Wibowo merupakan salah satu tokoh militer Indonesia. Ia juga berperan sangat penting dalam pemberontakan pemberantasan G30s. Ia juga bertanggung jawab dalam pembantaian 1965 di beberapa daerah di Jawa Timur dan Tengah. Saat itu posisinya sebagai panglima RPKAD (Kopassus). Disamping itu ia juga pernah menjabat sebagai, Ketua BP-7 Pusat duta besar Indonesia untuk Korea Selatan dan sebagai Gubernur AKABRI.

Sarwo adalah ayah dari ibu negara Republik Indonesia, Kristiani Herrawati yang menikah dengan Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga ayah dari Pramono Edhie Wibowo, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Pada 10 November 2025, Presiden Prabowo Subianto memberinya gelar Pahlawan Nasional Indonesia.

INFORMASI LENGKAP SARWO WIBOWO

 Sarwo Wibowo

  • Nama Lengkap : Sarwo Edhie Wibowo
  • Tanggal Lahir : 25 Juli 1927
  • Tempat Lahir : Purworejo, Hindia Belanda
  • Wafat : 09 November 1989, Jakarta
  • Makam : Pangenjurutengah, Purworejo, Jawa Tengah
  • Istri : Sunarti Sri Hadiyah
  • Anak : Widjiasih Tjahjasasi, Wirahasti Tjendrawasih, Kristiani Herrawati, Mastuti Rahaju, Pramono Edhie Wibowo, Retno Tjahningtyas, Hartanto Edhie Wibowo
  • Kerabat : Susilo Bambang Yudhoyono (menantu), Erwin Sudjono (menantu), Hadi Utomo (menantu)
  • Orang Tua : Raden Kartowilogo (ayah), Raden Ayu Sutini (ibu)
  • Profesi : Perwira Angkatan Darat
  • Jabatan : Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan
  • Masa Jabatan : 1976-1978
  • Jabatan : Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih
  • Masa Jabatan : 1968-1970
  • Jabatan : Panglima Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan
  • Masa Jabatan : 1967-1968
  • Jabatan : Panglima Komando Pasukan Khusus ke-5
  • Masa Jabatan : 1964-1967
  • Penghargaan Sipil : Pahlawan Nasional Indonesia
  • Pihak : Kekaisaran Jepang, Indonesia
  • Dinas/Cabang : Pembela Tanah Air, TNI Angkatan Darat
  • Masa Dinas : 1942-1975
  • Pangkat : Jenderal TNI
  • Komando : RPKAD/Puspassus AD, Kodam II/Bukit Barisan, Kodam XVII/Cenderawasih
  • Pertempuran : Revolusi Nasional Indonesia, Gerakan 30 September, Pembantaian Massal di Indonesia

RIWAYAT HIDUP

Ia lahir dari keluarga PNS, yang bekerja untuk Pemerintahan Kolonial Belanda. Awalnya ia diberi nama Edhie, namun karena sering sakit sesuai adat Jawa nama nya ditambah menjadi Sarwo Edhie Wibowo. Nama Wibowo sesuai dengan harapan ayahnya, saat ia dewasa akan menjadi orang yang berwibawa. Walaupun berasal dari keluarga bangsawan, ia sering mengikuti permainan anak desa. Ia juga mempelajari ilmu bela diri, sebagai bentuk pertahanan diri. Saat Jepang menguasai Indonesia, ia menuju Surabaya untuk mendaftarkan diri sebagai prajurit Pembela Tanah Air (PETA) yang menjadi kekuatan tambahan Jepang yang terdiri dari tentara Indonesia.

Namun ia kecewa karena selama periode ini, ia hanya diberi tugas memotong rumput, membersihkan toilet dan membuat tempat tidur untuk perwira Jepang. Saat ia berlatih, hanya memakai senjata kayu. Sesudah Indonesia Merdeka 1945, ia bergabung dengan BKR yaitu organisasi milisi yang akan menjadi ABRI dan mendirikan batalion. Namun operasi itu gagal, dan batalion dibubarkan. Ahmad Yani selaku teman sekampungnya, terus memberi dukungan untuk menjadi tentara dan mengundangnya untuk bersatu dengan batalion yang ada di Magelang, Jawa Tengah.

KARIER MILITER SARWO ADHIE WIBOWO

Sepanjang karier nya di ABRI, pernah menjabat sebagai Komandan Batalion di Divisi Diponegoro tahun 1945-1951. Komandan Resimen Divisi Diponegoro tahun 1951-1953. Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional tahun 1959-1961. Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) tahun 1962-1964. Komandan RPKAD tahun 1964-1967.

 Sarwo Wibowo

RPKAD merupakan usaha Indonesia untuk membentuk sebuah pasukan unit khusus yang kemudian menjadi Kopassus. Berkat Ahmad Yani, Sarwo diangkat menjadi komandan unit elit tersebut. Ahmad yani telah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat sejak tahun 1964, dan ia menginginkan seseorang yang dapat dipercaya menjadi komandan RPKAD.

GERAKAN 30 SEPTEMBER

Selama Sarwo menjadi Komandan RPKAD, Gerakan 30 September terjadi. Enam jenderal termasuk Ahmad Yani, diculik dari rumah mereka masing masing tepat di tanggal 1 Oktober 1965 dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Disamping operasi penculikan sedang berjalan, sekumpulan pasukan tidak dikenal berada di Monumen Nasional, Istana Kepresidenan, Radio Republik Indonesia dan gedung telekomunikasi. Hari berjalan seperti biasanya, dimana Sarwo dan Pasukan RPKAD menghabiskan siang di markas RPKAD di Jakarta. Kemudian Letnal Kolonel Herman Sarens Sudiro datang, dan memberitahu tentang situsasi di Jakarta.

diorama kekejaman PKI
diorama kekejaman PKI

Sudiro juga mengatakan bahwa Mayor Jenderal Soeharto, akan menjadi Panglima Kostrad yang dianggap akan menjadi pimpinan Angkatan Darat. Sesudah berpikir banyak, Sarwo mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan mendukung Soeharto. Sesudah Sudiro pergi, brigjen Sabur Komandan Cakrabirawa mengunjungi Sarwo. Sabur meminta agar Sarwo ikut serta bergabung dengan Gerakan G30S. Dengan datar Sarwo mengatakan bahwa ia akan tetap mendukung Soeharto. Pada hari itu pukul 11.00 siang, Sarwo menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 18.00 petang.

Waktunya tiba, ia meminta pasukannya untuk merebut kembali gedung tersebut tanpa banyak melakukan perlawanan. Dibalik keadaan Jakarta yang aman, ternyata pandangan Soeharto tertuju ke Pangkalan Udara Halim. Pangkalan tersebut merupakan tempat para jenderal diculik, dibawa ke Angkatan Udara yang mendapat dukungan dari gerakan G30S. Kemudian Sarwo menjalankan perintah Soeharto, untuk merebut kembali Pangkalan Udara. Serangan dimulai pada 2 Oktober, pukul 06.00 pagi Sarwo dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara.

PENGALIHAN DARI ORDE LAMA KE ORDE BARU

Berhasil mengambil alih Pangkalan Udara Halim, Sarwo bergabung dengan Soeharto karena mereka diminta Soekarno untuk menuju ke Bogor. Di samping Soeharto yang ditegur Soekarno karena mengabaikan perintahnya, Sarwo kaget karena ketidakpekaan presiden dengan kematian enam Jenderal. Saat Sarwo menanyakan keberadaan para Jenderal, Soekarno menjawab bukankah ini hal yang normal dalam revolusi?. Kemudian pada tanggal 4 Oktober 1965, pasukan Sarwo memimpin pengangkatan mayat para Jenderal dari sumur Lubang Buaya. Kemudian Soeharto diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat oleh Soekarno di tanggal 16 Oktober 1965.

pengangkatan mayat para Jenderal dari sumur Lubang Buaya
pengangkatan mayat para Jenderal dari sumur Lubang Buaya

Partai Komunis Indonesia atau PKI, menjadi tersangka atas peristiwa G30S. Sarwo menerima tugas untuk membersihkan anggota PKI yang ada di lahan subur komunis di Jawa Tengah. Berdampak terjadinya pembunuhan massal di bulan Oktober sampai Desember, di Jawa, Bali dan daerah di bagian Sumatra. Awal tahun 1966 Soekarno kehilangan popularitas di mata rakyat, karena anti komunis digabungkan dengan tingkat kenaikan harga yang tinggi. Saat itu terjadi protes anti Soekarno, yang terdiri dari gerakan pemuda termasuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). 3 tuntutan diajukan oleh KAMI kepada Soekarno, mereka ingin PKI dilarang, pendukung PKI dalam kabinet ditangkap dan penurunan harga harga.

Soeharto sadar akan pentingnya keseimbangan Angkatan Darat dengan para pengunjuk rasa. Beberapa bulan pertama 1966, Sarwo bersama dengan Kepala Staf Kostrad, Kemal Idris sering melaksanakan dan mendukung protes. Di samping itu membuat nama untuk dirinya sendiri, diantara para pengunjuk rasa KAMI dalam proses. Soekarno melarang KAMI, namun karena dukungan dari Sarwo dan kemal mereka masih terus melakukan protes. Sarwo terdaftar di Universitas Indonesia, bentuk dalam menunjukkan solidaritas dengan mahasiswa. Menjadi lawan politik terbesar Soekarno, Soeharto selalu berjaga jaga untuk menghindari menentang Soekarno secara langsung. Pada awal bulan, Soeharto meminta RPKAD untuk menangkap pendukung PKI dalam kabinet Soekarno.

AKHIR HAYAT SARWO EDHIE WIBOWO

Sarwo menikahi Sri Hadiyah dan dikaruniai 7 anak. Masing masing bernama Widjiasih Tjahjasasi, Wirahasti Tjendrawasih, Kristiani Herrawati, Mastuti Rahaju, Pramono Edhie Wibowo, Retno Tjahningtyas, Hartanto Edhie Wibowo. Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono adalah menantunya yang menikah dengan anaknya Kristiani Herrawati. Pada tanggal 9 November 1989, di usianya ke-62 tahun Sarwo menghembuskan nafas terakhir. Salah satu sumber mengatakan bahwa ia meninggal karena penyakit stroke yang ia derita. Kemudian ia dimakamkan di tanah kelahiran, di Kampung Ngupasan, Kelurahan Pangenjurutengah, Purworejo, Jawa Tengah.

 Sarwo Wibowo

Baca Juga : Asal Mula Nama Irian Kisah Pemuda Menderita Penyakit Kudis